Selama Kapitalisme Eksis, Perjuangan Kita Takkan Pernah Usai

A.I

“Rakyat Bergoyang Tak Bisa Dikalahkan!” – Libertaria

Sudah satu bulan sejak penangkapan 600 orang lebih pada Mei kemarin. Sudah banyak pula kisah yang sedikit-demi-sedikit muncul di permukaan. Dari dikenalnya metode black bloc sampai pada pencarian arti dari anarkisme. Dari yang mendukung kepada mereka yang melakukan vandalisme, hingga mereka yang melabeli pemalas dan bodoh pada mereka yang melakukan aksi Mayday.

Kawan, itu berarti, kampanye yang telah kawan-kawan lakukan berhasil. Berhasil untuk membuat orang-orang memiliki pandangan pro-kontra atas aksi yang telah kawan-kawan lakukan saat itu; dan terlebih menjadi bahan pergunjingan. Bahkan instrumen negara dan elit serikat buruh, pada saat itu, mulai terganggu atas apa yang telah kawan-kawan kerjakan!

Meski tujuan Mayday bukan hanya kampanye mengenai apa yang kawan-kawan seringkali resahkan, tetapi, mesti diingat: kita mesti menunjukan diri kita pada dunia, bahwa dunia tidak sedang baik-baik saja dan masyarakat telah berada pada tatanan dunia yang paling beracun dan kondisi-kondisi yang memungkinkan untuk kehancuran dunia haruslah tetap dikabarkan!

Mengutip kata Gardoefack, Tegaklah Seperti di Awal!

***

Untuk memulai tulisan kering saya ini, mungkin saya akan banyak bertele-tele tentang musuh kita semua: kapitalisma. Sebab, beberapa kali ikut serta Mayday, beberapa peserta aksi sering kali meneriaki para buruh yang terpaksa bekerja saat peringatan Mayday, bahkan hampir adu tonjok dengannya. Seolah-olah, mereka yang (terpaksa) bekerja, menjadi musuh yang sama dan setara dengan kapitalisma.

Saya selalu terkesan dan menyukai dengan propaganda tentang, Kita Tidak Benci Bekerja Tetapi Benci Kapitalisme. Memang apa sih itu yang namanya kapitalisma? Sejenis hantu, begitu? Sejenis alat rias wajah? Capit alis. He he he

Kita Tidak Benci Bekerja, Tetapi Membenci Kapitalisme

Setiap aktivitas yang kita lakukan adalah kerja. Semua yang ada di dunia ini adalah hasil kerja. Kurang lebih apa yang saya lakukan ini pula adalah hasil kerja saya selama berhari-hari. Namun, kadang kala, kita seringkali terjebak dengan pemaknaan kerja itu sendiri. Bukankah, begitu?

Pada dunia yang kapitalistik ini, definisi dari kerja telahlah direduksi secara habis-habisan. Telah pula dicerabut dari makna awalnya. Sehingga kita pula sering keliru dalam memaknai kerja. Ini berdasarkan dari pengalaman ketika bertemu dengan kawan-kawan yang sering mendaku sebagai anti-kapitalis atau yang benci pada orang-orang anti-kapitalis.

Seolah menjadi pekerja pada sebuah perusahaan besar, adalah dosa besar bagi para anti-kapitalis. Bahwa masyarakat pasca-kapitalisme berarti masyarakat tanpa kerja dan hanya diisi oleh para pemalas dan orang-orang bodoh. Tidak. Kita perlu meredefinisikan makna kerja itu.

Kerja, dalam definisi kapitalisme, itu berarti suatu rangkaian aktivitas yang mendukung dan menghasilkan suatu nilai berupa keuntungan bagi perusahaan dan mencuri sebuah nilai yang telah dihasilkan oleh buruh, lalu buruh kemudian mendapat upah yang tak seberapa. Bagi mereka yang tenaganya tidak terserap oleh dunia industri, label penganggur dan tidak berguna akan segera disematkan dan ditempel seenak jidat oleh setiap masyarakat yang terlampau kapitalistik ini.

Lalu, seperti apa makna sejatinya dari kerja?

Kembali pada pernyataan di atas. Pada dasarnya, setiap manusia melakukan aktivitas kerja setiap harinya. Apa yang telah manusia lakukan adalah suatu upaya dari yang namanya kerja. Manusia bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bekerja untuk memenuhi kebutuhan bersosial. Pun bekerja untuk menghasilkan suatu nilai. Bekerja tidak berada pada tataran untuk menumpuk kekayaan, sesuai dengan kemampuan, masing-masing sesuai dengan kebutuhan.

Kemudian, apa bedanya dengan kerja di bawah kuasa kapitalisme? Saya akan hanya menjawab dengan secara sederhana. Bahwa pembedanya, ia menjadi satu bentuk kerja yang hanya untuk kepentingan akumulasi profit. Memang, kita bekerja untuk mendapat upah, tetapi, apakah itu semua betul-betul demi memenuhi kebutuhan hidup kita? Mengapa kita mesti bekerja setiap hari selama 8 jam bahkan lebih, hanya untuk memenuhi kebutuhan kita jika fakta yang sebenarnya hanyalah demi memenuhi hasrat mencuri kelas borjuis.

Singkatnya, kapitalisme telah berhasil menciptakan satu mekanisme kerja dengan istilah: kerja upahan. Dan ini lah yang sebetulnya harus kita lawan: kerja upahan. Kerja upahan lah yang telah menjadi penyebab dari segala rangkaian kehancuran dunia. Rasisme, seksisme, xenophobic, fasisme, kehancuran ekologi dst dst. Mengapa? Karena dalam kerja upahan, para pekerja dipaksa untuk menjadi individu yang kompetitif. Ia akan selamanya dipaksa menjadi seseorang yang, dengan segala caranya, menjadi lebih baik dari yang lain.

Seperti yang telah Nadya Karimasari tulis pada laman indoprogress.com tentang Dalil Pokok Kapitalisme, anti-kapitalisme adalah menolak bahwa nilai utama yang menentukan dalam hubungan sosial adalah meningkatkan profit dalam pasar kompetitif. Anti-kapitalisme tidak sama dan setara dengan antipasar. Anti-kapitalisme bukan berarti tidak menggunakan laptop, tidak melakukan aktivitas jual beli, penolakan untuk menggunakan uang sebagai alat tukar, atau yang lebih buruk lagi, tidak bekerja. Anti-kapitalisme adalah usaha terus menerus untuk mencari sistem politik-ekonomi yang tidak berlandaskan persaingan dan maksimalisasi profit dalam pasar, dalam rangka menghilangkan hubungan dan eksploitasi kapitalisme yang menghasilkan antagonisme pemilik dan pekerja.

Bangun Dunia Kerja Alternatif Sebagai Jawaban Atas Penolakan Terhadap Kapitalisme!! Ciptakan Dunia Kerja Tanpa Bos!! Buang Slogan Usang Tentang Diperintah atau Memerintah, Sekarang Saatnya Kita Bekerja Sama!!

Serukan dengan Keras dan Lantang Kepada Kawan-Kawan Kita: Persenjatai Diri dengan Ilmu Pengetahuan dan Inilah Saatnya untuk Kita HANCURKAN KAPITALISME!!!!!

Lebih lanjut, ini adalah daftar referensi yang dapat jadi rujukan:

Anarkontingensi: Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima dan Keenam.††

Video pengantar singkat tentang kerja kapitalisme oleh Richard D. Wolff (twitter @profwolff), sumber twitter @BlackSocialists dapat diunduh di sini: https://drive.google.com/open?id=1zo-MfpGLTLsYTcHjYJ0v1ca8tRIlzmQc

Tulisan ini sempat diterbitkan pada zine Toilet Thinker. Untuk Anda yang ingin mengunduh zine tersebut, dapat klik pada link ini.

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.